KASASI - ONLINE,--DPRD Kota Bandung menyelenggarakan Rapat Paripurna untuk menyampaikan Rekomendasi DPRD atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Wali Kota Bandung Tahun Anggaran 2024, serta mengambil keputusan atas Raperda tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya dan Raperda tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan, Rabu, 21 Mei 2025.
Rapat kali ini dipimpin Ketua DPRD
Kota Bandung H. Asep Mulyadi, S.H., didampingi Wakil Ketua Toni Wijaya, S.E.,
S.H., Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., serta Rieke Suryaningsih, S.H. Para
anggota DPRD Kota Bandung menghadiri Rapat Paripurna secara langsung dan
teleconference. Sedangkan dari Pemerintah Kota Bandung hadir Wali Kota Bandung
Muhammad Farhan, Wakil Wali Kota Bandung H. Erwin, serta Sekda Kota Bandung
Iskandar Zulkarnain.
Sebelum ditetapkan di forum Rapat
Paripurna ini, drg. Maya Himawati, Sp. Orto., yang mengetuai Pansus 4 pembahas
Raperda tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya menyampaikan
laporannya.
Ia menjelaskan, Pansus 4
bersama-sama dengan perangkat daerah terkait dan tim naskah akademik telah
melakukan pembahasan dan penyempurnaan sesuai dengan hasil fasilitasi dari
Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. 2681/HK.02.01/Hukham tanggal 14 april 2025
dan menyepakati Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pengelolaan dan
Pelestarian Cagar Budaya, yang terdiri atas 15 bab dan 38 pasal.
Pada saat rancangan peraturan daerah
telah ditetapkan dan mulai berlaku, semua peraturan pelaksana dari Peraturan
Daerah Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya, masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini.
Ia menambahkan, Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menegaskan bahwa cagar budaya adalah benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya,
dan kawasan cagar budaya yang memiliki nilai penting bagi sejarah perkembangan
manusia, kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan agama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Oleh karena itu harus didaftar,
didata, dilestarikan, dan dikelola secara tepat supaya dapat memberi manfaat
sebesar besarnya bagi bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.
Dalam aspek kebermanfaatan dari
peninggalan di masa lalu, benda, bangunan dan atau struktur memuat jati diri
sejarah yang bernilai dan membanggakan, jati diri sejarah menciptakan sense of
continuity dan juga rasa tempat atau sense of place yang menumbuhkan perasaan
bangga atau sense of pride bagi segenap warga bangsanya.
Berdasarkan hal tersebut harus dilakukan upaya-upaya untuk merevitalisasi kawasan bersejarah agar dapat ikut menghidupkan ekonomi perkotaan. Perhatian harus tercurah pada penguatan saling berhubungan yang bersifat simbiosis mutualisme dengan lingkungan sekitar.
Kota Bandung juga menjadi salah satu
kota di Indonesia yang memiliki cagar budaya yang cukup banyak baik berupa
benda, bangunan, struktur, situs, maupun kawasan yang meliputi berbagai masa
budaya, baik yang berasal dari masa prasejarah, masa klasik atau masa pengaruh
Hindu-Budha, pengaruh Islam, pengaruh Eropa, dan cagar-cagar budaya yang
berasal dari era pasca kemerdekaan.
“Namun, banyaknya cagar budaya di
Kota Bandung tidak diikuti dengan pemahaman masyarakat bahwa bangunan atau
kawasan tertentu merupakan cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang
sehingga tidak jarang cagar budaya tersebut mengalami keterancaman, kerusakan,
atau bahkan hilang,” katanya.
Upaya pelestarian cagar budaya
menjadi tanggung jawab baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan
dukungan oleh setiap orang dan masyarakat hukum adat. Oleh karena itu
diperlukan pengawasan terhadap pelestarian cagar budaya yang dilakukan oleh
setiap orang dan atau masyarakat hukum adat.
“Upaya pelestarian cagar budaya yang
dilakukan oleh setiap orang dan atau masyarakat hukum adat merupakan sesuatu
yang penting dan perlu diberikan penghargaan yang berupa insentif dan
kompensasi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan pembuatan
Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar
Budaya,” ujar Maya.
Pemberdayaan
Perempuan
Dalam laporannya, Ketua Pansus 5
DPRD Kota Bandung, drg. Susi Sulastri, yang memimpin pembahasan Raperda Pemberdayaan
dan Perlindungan Perempuan mengatakan, dengan Perda ini perempuan di Kota
Bandung akan lebih terlindungi secara hukum.
Dengan Perda ini maka perempuan yang
ada di Kota Bandung juga akan lebih berdaya. Perda ini memperhatikan hak-hak
perempuan di Kota Bandung sehingga bisa lebih berkarya lagi dan terbebas dari
eksploitasi dan diskriminasi yang ada, serta mampu berkarya dengan baik. (
Red,-Louis vicky)
0 Komentar